Minggu

Tugas Agama SMANSID 4

Biografi Ibnu Bawwab
Ibnu Bawwab yang nama lengkapnya Abu al-Hasan Ali ibn Hilal, adalah anak seorang penjaga pintu istana Baghdad, namun ada yang mengatakan bahwa ia adalah putra seorang kuli. Bawwab berarti penjaga pintu. Ia dikenal juga sebagai al-sitri. Ia menjalani kehidupan yang lebih tentram, tetapi sejarah hidupnya dapat menjelaskan tentang posisi kaligrafi dalam berbagai cara. Ia memulai kariernya sebagai dekorator yang menghias rumah dengan gambar-gambar, kemudian melanjutkannya dengan menghias buku-buku dengan aneka gambar, dan akhirnya membuat kaligrafi. Tak diragukan lagi bahwa hal ini berarti ia berhasil meningkatkan kariernya pada bentuk seni yang lebih tinggi. Pada suatu saat ia diangkat sebagai seorang mubaligh Masjid Mansur di Baghdad, sebuah posisi yang berbeda dengan penceramah pada sholat Jum’at (khatib).
Pada suatu saat Ibnu Bawwab mengurus perpustakaan Baha’ Al-Daula di Syiraz dan ia sendiri menceritakan sekelumit kisah berikut ini dari sana yang dilaporkan oleh Yaqut: suatu hari dalam tumpukan buku-buku yang telah disisihkan, ia menemukan sebuah buku bersampul hitam yang ternyata merupakan bagian dari Al-Qur’an tiga puluh jilid yang ditulis oleh Ibnu Muqlah. Buku ini menimbulkan kekaguman yang luar biasa. Di perpustakaan tersebut berhasil ditemukan dua puluh sembilan jilid, tetapi satu jilid masih belum ditemukan. Ketika ia menyampaikan berita ini kepada Baha’ Al-Daula yang disebut terakhir ini kemudian memerintahkan untuk melengkapi karya tersebut. Ibnu Bawwab menawarkan diri untuk menuliskan jilid yang hilang itu dengan syarat ia mendapatkan jubah kehormatan dan uang seratus dinar jika jilid baru yang ditulisnya tidak dapat dibedakan dengan jilid-jilid lain. Syarat itu diterima, lalu Ibnu Bawwab mencari beberapa kertas tua yang diperkirakan sama dengan kertas jilid yang hilang itu dengan baik dan dibuat agar tampak usang, kemudian dijilid dengan sampul tua yang diambil dari buku lain.
Ketika Baha’ Al-Daula menanyakan hal itu setahun kemudian, ia melihat tiga puluh jilid dibawa kehadapannya dan menelitinya dengan cermat sebelum mengambil satu jilid yang baru ditulis, kemudian ia menganggap bahwa semuanya merupakan karya Ibnu Muqlah. Ibnu Bawwab tidak menerima bayaran yang telah disetujui, tetapi permohonannya untuk memiliki seluruh potongan kertas Cina yang ada di perpustakaan, yang cukup untuk keperluan beberapa tahun dikabulkan. Konon ada dua jenis kertas di perpustakaan itu yaitu kertas Samarkand dan kertas Cina.
Kisah itu menyiratkan bahwa tulisan Ibnu Bawwab tidak jauh berbeda dengan tulisan Ibnu Muqlah yang menjadi pedomannya dalam menulis. Kita tidak mengetahui apa perbedaan yang ada diantara mereka, tetapi biografi beberapa orang di abad kedua belas dan ketiga belas menyatakan bahwa mereka mengikuti metode Ibnu Muqlah dan Ibnu Bawwab. Seseorang mengatakan bahwa ia memakai metode Ibnu Muqlah untuk menulis buku-buku dan metode Ibnu Bawwab untuk menulis surat-surat. Tulisan kedua ahli kaligrafi tersebut sangat diminati oleh para kolektor dan mendapat harga yang tinggi.
Yaqut menceritakan sebuah surat yang terdiri dari sembilan puluh baris berisikan hal-hal sepele yang ditulis oleh tangan Ibnu Bawwab telah terjual dengan harga tujuh belas dinar dan kemudian dijual lagi dengan harga dua puluh lima dinar. Semangat para kolektor itu menyebabkan adanya pemalsuan. Kita telah melihat bahwa beberapa pabrik kertas juga menginstruksikan untuk menciptakan kertas kuno buatan. Hal ini berhubungan dengan kenyataan bahwa Ibnu Bawwab sendiri memalsu karya seorang maestro yang terdahulu. Yaqut menceritakan tentang seorang kaligrafi abad ketiga belas yang membeli selembar tulisan Ibnu Bawwab dengan harga empat puluh dinar. Dia menyalinkannya diatas kertas usang dan memberikan salinan tersebut kepada seorang penjual buku yang menjualnya sebagai tulisan Ibnu Bawwab dengan harga enam puluh dinar.
Ibnu Bawwab adalah penulis kaligrafi hafal al-Qur’an dan menulis 64 mushaf. Salah satunya, yang ditulis dengan gay Raihani, disimpan di masjid Leleli di Istanbul. Ia penemu dan pengembang gaya tulisan Raihani dan Muhaqqaq. Al-Bawwab yang berhasil membentuk mazhab kaligrafi di Baghdad, meninggal tahun 1022 M dan dimakamkan di dekat makam Imam Ahmad ibn Hanbal. Tidak diketahui tanggal kelahirannya.
Pada masa mudanya, Ibnu Bawwab belajar kaligrafi pada Muhammad ibn Asad, kemudian Muhammad ibn al-Simsimani, murid Ibnu Muqlah. Dalam karir kaligrafinya ia lebih dikenal sebagai penerus dan pengembang prestasi Ibnu Muqlah. Dialah yang menambah makna pekerjaan yang telah dirintis pendahulunya itu. Bentuk baru yang penuh keindahan ini kemudian dikenal dengan al-Mansub al-Faiq (huruf standar yang indah). Meskipun al-Bawwab yang pada mulanya dikenal sebagai dekorator rumah (house painter) dan ilustrator buku, namun ia lebih menonjol dalam mengembangkan dan mempercantik keenam gaya tulisan yang ada saat itu (al-aqlam al-sittah). Perhatiannya terutama dicurahkan pada gaya Naskhi dan Muhaqqaq yang secara ideal selaras dengan kejeniusannya. Ibnu Bawwab mendirikan sekolah kaligrafi yang dikenal sampai masa Yaqut al-Musta’shimi. Meskipun ia banyak berkarya, namun kini hanya beberapa saja yang dapat terdokumentasi. Dua halaman al-Qur’annya, berukuran 17,5 x 13,5 cm bertahun 1001 M, kini tersimpan di perpustakaan Chester Beatty, Dublin Irlandia.

Tugas Agama SMANSID 3

biografi

Seorang anak yang telah diklaim menggoreskan sejarah (seni) Islam telah lahir pada tahu 272 H, di Baghdad. Al-Wazir Abu Ali al-Shadr Muhammad bin al-Hasan ibnu Muqlah, yang digelari ‘Si Biji Anak Mata’.Sebenarnya  Muqlah adalah nama bapaknya, dengan tradisi Arab memanggil seorang anak dengan ‘anak si fulan’, maka dipanggillah ia dengan Ibnu Muqlah. Namun, kasih sayang sang kakek kepadanya berlebihan, ia selalu dipanggil dengan sebutan “ ya muqlata abiihaa!” (wahai biji mata ayahnya).
Ia seorang jenius, menguasai ilmu dasar geometri membawa berkah dengan sematan “Imam Khatthathin” (Bapak para kaligrafer) baginya. Inilah akar utama penemuan kaligrafi cursif.
Ibnu Muqlah bekerja di bebearapa kantor pemerintahan dengan menyumbangkan keahliannya di berbagai bidang ilmu, termasuk kaligrafi. Dengan kekhasannya itulah karirnya menanjak tajam dengan menjadi salah satu wazir untuk tiga orang khalifah Abbasiyyah, antara lain khalifah Muqtadir, al-Qahir, al-Radi. Berkat keuletan dan hubungan sosial dengan sesama pejabat lain, ia menjadi orang yang terpandang.
Agaknya sudah menjadi tradisi jika seorang pejabat ternama dan memiliki kredibilitas yang baik, mengalami banyak tekanan dari berbagai oknum yang curang dalam sistem pemerintahan. Begitu juga yang dialami oleh Ibnu Muqlah. Berbagai intrik kecurangan dalam sistem pemerintahan mengakibatkan dia mengalami penindasan yang sangat sadis. Penganiayaan tepatnya.
Ibnu Muqlah pada mulanya bekerja sebagai pemungut pajak pemerintah sekaligus mengatur anggaran pengeluarannya. Hingga keadaan membalik ketika ia mejabat sebagai pejabat bawaan al-Imami al-Muqtadi Billah pada 316H. Ia difitnah oelh musunya dan hartanya disita, sementara ia dibuang ke Persia. Namun pada akhirnya ia malah menjadi pembantu al-Radi, maka musuhnya kembali mencemarkan anama baiknya hingga ia ditangkap lagi dan dicopot dari jabatan kementrian.
Ia mencoba mendekati Ibnu Raiq, perdana menteri di Baghdad, seorang pejabat dibawah khalifah yang naif itu. Namun, khalifah tidak bisa menutup-nutupi rahasianya bahkan membusukkan namanya di hadapan Ibnu Raiq. Maka ditangkaplah Ibnu Muqlah dan dipotong tangannya.
Akhirnya al-Radi pun menyesal atas sikapnya sendiri dan menyuruh para dokter untuk mengobati luka tangannya yang buntung hingga pulih.
Dalam keadaan seperti itu, Ibnu Muqlah menggoreskan pena dengan tangan kanannya. Tradisi menulis dan akademis terus dijalaninya sebagaimana biasa. Namun, Ibnu Raiq sadar akan sikap baiknya, bahwa tindakan welas asihnya itu membuat Ibnu Muqlah dapat menyaingi kekuasaannya kembali, ketika Ibnu Muqlah memohon kepadanya untuk duduk kembali di kementrian.
Kesadisan Ibnu Muqlah kumat lagi, dengan memerintahkan kepada anak buahnya untuk menangkap Ibnu Muqlah, memotong lidahnya, dan memenjarakannya hingga akhir hayat pada tahun 328 H/ 940 M. Ia dikuburkan di rumah sultan.
Mendengar kejadian itu, keluarganay menuntut pada kerajaan agar jenazahnya dikembalikan kepada keluarga, dan permintaan itu dipenuhi.
Segala kepedihan Ibnu Muqlah telah digoreskan dalam tiap-tiap bait syairnya, dengan artinya sebagai berikut:
Pabila setengahnya hapus nyawa,Menagislah sisanya
Sebab satu sama lain,Akrab senantiasa
Bukan ku tlah muak hidup di dunia
Tapi, terlanjur dipercaya sumpah mereka
Maka, cerailah tangan kananku tercinta
Kujual kepada mereka agamaku
Dengan duniaku
Namun, mereka halau aku dari dunia mereka
Setelah mereka gasak agamaku
Kugoreskan kalam sekuat upayaku
Tuk melindungi nafas-nafas mereka
Duhai malangnya… Bukannya mereka melindungiku!
Tiada nikmat dalam hidup ini
Sesudah senjata tangan kananku pergi tiada arti
Duh, hayatku nan malang
Tangan kananku tla hilang
Hilanglah, segala arti tergusur hilang.
Dengan pengorbanan yang besar, Ibnu Muqlah berhasil menggoreskan sejarah tertinggi yang besar nan suci yang tak pernah hilang dari peradaban manusia. Khususnya peradaban tulis-menulis kaligrafi di kalangan kaligrafer dunia. Kita pantas mendoakan beliau sebelum mulai belajar kaligrafi.
Keberhasilan Ibnu Muqlah dalam merumuskan desain kursif kaligrafi murni diakui sangat bagus secara teoritis bahkan praktek, pada masa itu hingga sekarang. Hingga, dalam waktu singkat mampu menggeser popularitas khat Kufi yang telah lama mengakar dalam peradaban masa itu (sebelum 328 H/ 940 M).
Tidak itu saja, demi menjaga kesempurnaan dan elektibilitas karya  kaligrafi, seorang kaligrafer hendaknya memenuhi 4 husnul wadh’i (susunan yang baik) dan 5 kriteria penulisan yang sempurna sebagai dasar penulisan kaidah kaligrafi

Tugas Agama SMANSID 2

SUMBANGAN INTELEKTUAL ISLAM DALAM SENI
 oleh
Zulkifli Hasan dan Hanani Harun1


ABSTRAK
Kesenian Islam telah mencapai tahap yang amat tinggi ketika era kegemilangan empayar
Islam  ketika dahulu. Malahan  sememangnya  tidak boleh dinafikan bahawa  sebahagian
besar  cabang  kesenian  yang  ada  pada  hari  ini  adalah  sumbangan  awal  dari  para
ilmuwan Islam. Fakta ini diperkukuhkan dengan nukilan sejarah yang merekodkan para
intelektual Islam yang  telah menghasilkan kerja seni yang  luar biasa mutunya malahan
kekal hingga kini sama ada dari aspek seni seperti seni khat, seni bina, seni muzik, dan
juga  seni  sastera. Artikel  ini akan melihat bagaimana  sumbangan mereka  ini  terhadap
perkembangan seni pada era mereka dan dunia hari ini.

PENDAHULUAN

  Keagungan empayar Islam satu ketika dahulu telah memberikan sumbangan yang
amat  besar  di  dalam  pembentukan  sejarah  ketamadunan  manusia.  Di  antara  ciri-ciri
keagungan  yang  telah dicapai oleh umat  Islam pada zaman kegemilangan mereka  ialah
kemajuan  yang  tinggi  dalam  bidang  ilmu  pengetahuan. Kemajuan  sains  dalam  sejarah
kebangkitan ilmu dalam Islam telah melahirkan tokoh-tokoh ternama yang sangat ramai.
Antaranya ialah al-Khawarizmi, al-Kindi, al-Farabi, al-Biruni dan sebagainya. Mereka ini
beserta  ramai  lagi  tokoh  ilmu  yang  lain  telah  meninggalkan  kesan  yang  besar  dalam
kemajuan ilmu pengetahuan bagi manusia sejagat. 

Di dalam artikel  ini penulis akan mengupas  tentang sumbangan  intelektual  Islam dalam
seni  berdasarkan  kepada  jenis-jenis  seni,  tokoh-tokoh  intelektual  Islam  dan  sumbangan
mereka terhadap seni tersebut. Intelektual menurut Kamus Dewan bermaksud mana-mana
orang  yang mempunyai dua ciri utama  iaitu  terpelajar, cerdik pandai, cendekiawan dan
mempunyai kemampuan yang  tinggi untuk berfikir dengan menggunakan akal budi  (ms
457  Kamus  Dewan,  1991). Manakala  seni  pula  memberi  erti  halus,  elok,  tipis,  enak
didengar, comel dan merupakan karya yang diciptakan dengan bakat ataupun kecekapan
                                                
1
 Pensyarah Fakulti Syariah dan Undang-undang, Universiti Sains Islam Malaysia dan Pegawai
Perkhidmatan Pendidikan Siswazah, Kementerian Pelajaran Malaysia. 
2
hasil daripada  sesuatu  ciptaan  (ms. 1169, Kamus Dewan, 1991).   Di  sini, penulis  akan
membincangkan tentang sumbangan-sumbangan para ilmuwan Islam dalam pelbagai seni
seperti seni khat, seni bina, seni muzik, dan juga seni sastera. 

(a)  SENI BINA

  Seni  bina  merupakan  di  antara  bentuk-bentuk  seni  yang  terdapat  pada  sesuatu
tamadun. Menurut Ab. Alim dan Syed  Idrus  (1995),  seni bina bermaksud  “satu bidang
seni untuk mendirikan bangunan,  reka bentuk dan  reka  letak  yang dibina oleh manusia
untuk digunakan oleh manusia”. Ibn Khaldun (dalam Mahayudin, 2004) pula berpendapat
bahawa seni bina merupakan satu daripada ciri-ciri ketamadunan yang penting kerana ia
merupakan lambang atau mercu tanda kegemilangan sesuatu bangsa atau negara.

Pencapaian dan pembangunan seni bina telah bermula sejak zaman Rasulullah Sallallahu
Alaihi Wasallam  (SAW)  lagi.  Ini  dapat  dilihat menerusi  pembinaan Masjid Quba’  dan
Masjid  Nabawi  (Mahayudin,  2004).  Pada  zaman  pemerintahan  Khulafa’  al-Rashidin,
terutamanya zaman Khalifah ‘Umar al-Khattab, perkembangan seni bina dianggap paling
berjaya kerana beliau amat mengambil berat tentang pembaharuan dalam pelbagai bidang
khususnya pembinaan masjid.

Pada  zaman  Kerajaan  Bani  Umayyah  dan  Bani  Abbasiyyah,  khalifah-khalifah  yang
memerintah telah banyak memberi sumbangan penting dalam pencapaian seni bina Islam.
Di antaranya ialah:

Khalifah al-Walid bin ‘Abdul Malik (86-87H)

Semasa  pemerintahan  Khalifah  al-Walid,  Masjid  Suriah  di  Damsyik  yang  dahulunya
merupakan  sebuah gereja masyarakat Kristian berbangsa Yunani  telah diperbaharui dan
dibangunkan  semula  (Mahayudin,  2004).  Menurut  pengarang  ini  lagi,  pada  zaman
pemerintahan  beliaulah  bermulanya  pembinaan  unsur-unsur  bangunan  masjid  secara
lengkap seperti mihrab, mimbar, menara, selain tiang dan dinding serta atap.   3

Khalifah  al-Walid  banyak  menyumbang  ke  arah  kemajuan  seni  bina  Islam  semasa
pemerintahannya  sehingga  beliau  digelar  ‘Pembina  Agung  Kerajaan  Bani  Umayyah’
(Mahayudin,  2004).  Beliau  telah membina  pejabat-pejabat  kerajaan  dan  juga  beberapa
bangunan  bagi  mengindahkan  kota  Damsyik  dan  memulihara  Masjid  Nabawi  di
Madinah, Masjid  al-Haram  di Makkah  dan Masjid  al-’Aqsa  di Bayt  al-Maqdis. Beliau
juga telah menyempurnakan pembinaan batu di Bayt al-Maqdis iaitu Qubbah al-Sakhrah.
(Mahayudin, 2004).

Khalid bin ‘Abdullah al-Qasri

Beliau  merupakan  gabenor  kepada  Khalifah  Hisham  bin  ‘Abd  al-Malik.  Menurut
Mahayudin  (2004),  beliau  telah  berjaya  membina  parit-parit  dan  tali  air  dalam  usaha
menyiapkan projek pertanian yang dirancang oleh Khalifah Hisham bin Abd al-Malik.

Khalifah Abdul Rahman II

Di antara  sumbangan Khalifah Abdul Rahman  II dalam aspek  seni bina  ialah membuat
projek membina menara-menara lampu di beberapa pelabuhan untuk memudahkan kapal-
kapal perdagangan berlabuh di pantai-pantai Andalus (Mahayudin, 2004).

Khalifah Abu Ja’far al-Mansur 

Nama  penuh  beliau  ialah Abu  Jaafar Abdullah  bin Muhammad  bin Ali  al-Abbas  telah
dilahirkan di 101H di al-Hamimah (Mohd Mokhtar, 1993). Hasan Ibrahim (dalam Mohd
Mokhtar, 1993) menyatakan bahawa beliau merupakan khalifah Abbasiyah  yang kedua
selepas Abu al-Abbas al-Saffah. Beliau telah mendirikan sebuah istana yang bernama al-
Khuldi di pinggir Sungai Dajlah. Rekabentuk  istana  ini sangat  indah dan kedudukannya
yang  strategik  telah  menyebabkan  beliau  menamakannya  ’Qasr  al-Khuldi’  yang
bermaksud  istana abadi. Beliau  juga  telah membina Masjid Jami’ al-Mansur di hadapan   4
Istana al-Zahab yang mana merupakan masjid yang tertua di Kota Baghdad (Mahayudin,
2004).

Khalifah al-Mahdi

Khalifah  al-Mahdi  ialah  khalifah  yang  ketiga  dalam  khalifah-khalifah  Bani Abbasiyah
peringkat  pertama  (Mohd  Mokhtar,  1993).  Beliau  telah  membina  Istana  al-Salam  di
Isabaz dan Masjid Jami’ al-Rishafah pada tahun 157H (Mahayudin, 2004).

Khalifah al-Ma’mun

Universiti Nizamiyyah merupakan  pusat  pengajian  tinggi  formal  yang  ditubuhkan  oleh
Khalifah al-Ma’mun di zaman pemerintahannya. Penubuhan universiti ini telah memberi
peluang  yang  besar  kepada  orang  ramai  untuk menimba  ilmu  di  peringkat  yang  lebih
tinggi  (Mahayudin, 2004).  Imam Abu Hanifah,  Imam Shafii,  Imam Malik, al-Kindi, al-
Farabi,  Abu  Bakar  al-Razi  dan  Ibn  Sina  adalah  antara  tokoh-tokoh  intelektual  yang
pernah menuntut di universiti bersejarah ini.

Beliau telah membina Bayt al-Hikmah yang merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan
yang  terbesar  terletak di Baghdad (Mahayudin, 2004). Pelbagai aktiviti penulisan karya-
karya  ilmiah dan  juga  aktiviti penterjemahan buku ke dalam bahasa Arab dijalankan di
kutub  khanah  ini.  Beliau  juga  telah  memperkembangkan  bidang  astronomi  dengan
membina  pusat  astronomi  di Syamsiyah,  berhampiran Kota Baghdad  untuk mengawasi
pergerakan bintang (Mahayudin, 2004). Kesan daripada penubuhan ini ahli-ahli geografi
Islam telah berjaya membuktikan bahawa dunia ini bulat yang mengandungi 360 darjah.

Ibrahim al-Farazi

Beliau merupakan seorang ahli geografi Islam yang telah membuat banyak kajian. Beliau
telah  berjaya  mencipta  astrolab  yang  digunakan  oleh  ahli  pelayaran  sehingga  kini
(Mahayudin, 2004).   5

Sultan Malik Syah

Sultan Malik  Syah  telah membina Balai Cerap  (Observatori)  untuk  kegunaan  ahli-ahli
astronomi mengadakan  persidangan. Di Balai  cerap  inilah Kalendar  Parsi  diperbaharui
(Mahayudin, 2004).

(b)  SENI MUZIK

Muzik boleh ditakrifkan sebagai bunyi yang menghasilkan bentuk dan irama yang
indah dan menyenangkan  (Mahayudin, 2004). Bangsa Yunani dikatakan  perintis dalam
bidang  seni  muzik.  Namun  begitu  setelah  kedatangan  Islam,  orang-orang  Islam  telah
memajukannya.  Perkembangan  seni  muzik  berlaku  pesat  pada  zaman  pemerintahan
Kerajaan Abbasiyah di mana kebolehan menyanyi dan bermain alat muzik dijadikan pra
syarat  untuk  diterima  bekerja  (Mohd Mokhtar,  1993). Kesannya,  lahirlah  ramai  tokoh-
tokoh terkemuka yang arif dalam bidang muzik seperti al-Farabi dan al-Kindi.

Al-Farabi

Nama  sebenar  al-Farabi  ialah  Abu  Nasr  Muhammad  Ibn  Muhammad  Ibn  Tarkhan
(Haliza,  2006).  Beliau  dilahirkan  pada  260  Hijrah  (874  Masihi)  di  Khurasan,  Turki.
Beliau  banyak menyumbang  dari  segi  pemikiran  serta  penghasilan  buku  dalam  bidang
falsafah, mantik, sosiologi, sains dan muzik. 

Di dalam seni muzik, al-Farabi merupakan seorang pemuzik yang handal dan  lagu hasil
karya  beliau  meninggalkan  kesan  secara  langsung  kepada  pendengarnya.  Selain
mempunyai  kemampuan  bermain  alat muzik,  beliau  juga  berjaya mencipta  sejenis  alat
muzik yang dikenali sebagai gambus (Umar, 1983). Mahayudin (2004) pula menyatakan
bahawa  al-Farabi  adalah  pencipta  dan  pengembang  seni muzik  daripada  alat  rabah  dan
qanun.
   6
Al-Farabi  turut  menghasilkan  sebuah  buku  yang  mengandungi  pengajaran  dan  teori
muzik Islam yang diberi judul al-Musiqa (Haliza, 2006, Mahayudin, 2004, Abd Alim dan
Syed  Idrus, 1995). Menurut Mahayudin  (2004), beliau  juga  terkenal menerusi karyanya
yang  diterjemahkan  bertajuk  Grand  Book  on  Music,  Styles  in  Music  dan  On  The
Classification  of  Rhythm.  Buku-buku  ini  sebenarnya  diterjemahkan  daripada  karya
bahasa  Arab  dan menjadi  rujukan  penting  di  Eropah.  Selain  itu,  beliau  juga memberi
sumbangan yang besar dalam penciptaan not-not muzik.

Al-Kindi

Nama sebenar al-Kindi ialah Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ishaq al-Kindi.  Beliau dilahirkan di
Kufah  sekitar  tahun  800  Masihi  (Dipetik  di  http://www.muslimheritage.htm).  Beliau
merupakan  seorang  yang  pakar  dalam  bidang  muzik  dan  banyak menghasilkan  buku-
buku mengenai  teori-teori muzik. Banyak karyanya  telah diterjemahkan kepada bahasa-
bahasa Eropah antaranya, Essentials of Knowledge  in Music, On The Melodies dan The
Necessary Book in the Composition of Melodies (Mahayudin, 2004).  

Al-Kindi  juga  telah  berjaya  menemui  pelbagai  not  muzik  yang  mana  apabila
digabungkan akan menghasilkan harmoni. Mengikut beliau, nada-nada suara yang terlalu
rendah  dan  terlalu  tinggi  adalah  tidak  seimbang  dan  tidak  menyenangkan  (Dipetik  di
http://www.muslimphilosophy.com). Al-Kindi juga berpendapat bahawa muzik termasuk
dalam  disiplin  ilmu  sains,  di  samping  turut  berhubung  rapat  dengan  matematik  dan
memberi kesan terhadap kesihatan (Mahmood Zuhdi, 2003).

Muhyiddin Ibn Arabi

Beliau  merupakan  seorang  ahli  muzik  Islam  yang  terkenal.  Karya-karyanya  banyak
berkisar  tentang  alat-alat  muzik  (Mahayudin,  2004).  Di  dalam  bukunya  beliau
menerangkan bahawa Islam mencadangkan agar seni muzik dipertingkatkan.

   7
Safi al-Din Abd al-Mu’min

Beliau merupakan orang yang pertama  sekali membina  sekolah muzik. Malahan, beliau
turut  menghasilkan  beberapa  karya  muzik  menerusi  Syarifiya  dan  Modus  Muzik
(Mahayudin,  2004). Beliau  turut  digelar  ’Father  of Music’  oleh  ahli muzik Barat  yang
mengagumi hasil karya seninya.

Shams al-Din Muhammad bin Safi al-Din

Beliau adalah anak kepada Safi al-Din yang  juga merupakan pakar dalam bidang muzik
yang  terkenal.  Terdapat  buku-buku  hasil  ciptaannya  yang  diterjemahkan  seperti  The
Jewels of Arrangement in the Knowledge of the Melodies (Mahayudin, 2004).

Al-Isfahani

Beliau merupakan seorang yang pakar dalam seni muzik. Hasil karya beliau yang begitu
terkenal  ialah al-Aghani dan  telah diterjemahkan ke dalam bahasa Eropah dengan nama
The Grand Book of Songs yang mengandungi 21 jilid (Mahayudin, 2004).

Khalil bin Ahmad

Beliau  ialah  orang  yang  pertama  berjaya  menghasilkan  kamus  muzik  yang  telah
diterjemahkan  bertajuk  The  Book  Notes  dan  The  Book  of  Rhythm  (Mahayudin,  2004).
Hasil  karya  beliau  ini  telah  dijadikan  sebagai  buku  teks  rujukan  bagi  pelajar-pelajar
universiti di Sepanyol (Mahayudin, 2004).

Al-Urmawi

Nama  sebenar  beliau  ialah  Abd  al-Mu’min  Ibn  Yusuf  Ibn  Fakhir  (Dipetik  di
http://www.muslimheritage.com). Beliau dilahirkan pada tahun 1230 Masihi. Al-Urmawi   8
begitu dikenali kerana beliau merupakan seorang pembuat biola dan juga ahli muzik pada
zaman Khalifah al-Musta’sim.

Berdasarkan  fakta-fakta di atas dapat disimpulkan bahawa orang-orang  Islam bukannya
mencedok  ilmu muzik  daripada masyarakat Yunani  tetapi  telah  terbukti mereka  begitu
kreatif dalam penghasilan karya muzik yang tersendiri.

(c)  SENI KHAT DAN KALIGRAFI

Seni  khat merupakan  satu  seni  yang  berkembang  seiring  dengan  perkembangan
bidang  seni  yang  lain  terutama  sekali  seni  ukiran.  Hal  ini  diperakui  oleh  kebanyakan
penulis  buku  Tamadun  Islam  (Ghazali,  2001,  Ab.  Alim  dan  Syed  Idrus,  1995,
Mahayudin, 2004, Kamil al-Baba, 1992). Seni khat ialah satu seni yang berkaitan dengan
tulisan. Syeikh Shams  al-Din  al-Akfani  (dalam Mahayudin, 2004) menjelaskan bahawa
seni  khat  atau  kaligrafi  adalah  satu  ilmu  yang  memperkenalkan  bentuk-bentuk  huruf-
huruf  tunggal,  letaknya dan cara-cara merangkainya menjadi  tulisan yang  tersusun  atau
apa-apa yang ditulis di atas garis-garis bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana
yang  tidak  perlu  ditulis;  menggubah  ejaan  yang  perlu  digubah  dan  menentukan  cara
bagaimana untuk menggubahnya. 

Terdapat banyak khat yang digunakan oleh orang Islam seperti khat kufi, nasakh, thuluth,
rayhan, muhaqqaq, tawqi’, riq’ah, diwan, ijazah, parisi, diwan jali, ta’liq, nasta’liq, dan
sebagainya  (Kamil  al-Baba,  1992).  Terdapat  sumber  mengatakan  bahawa  khat  yang
tertua  ialah  khat  kufi  (Mahayudin,  2004, Ab.  Alim  dan  Syed  Idrus,  1995  dan  Seyyed
Hossein Nasr,  1987). Di  antara  tokoh-tokoh  ilmuwan  yang  terkenal  dalam  bidang  seni
khat dan kaligrafi ialah Ibn Muqlah, Ibn Bawwab dan juga Yaqut al-Musta’simi.

Ibn Muqlah

Nama  sebenar  beliau  ialah Abu Ali Muhammad  Ibn Ali  Ibn Muqlah  (Kamil  al-Baba,
1992). Beliau dilahirkan di Baghdad dalam  tahun 886 Masihi merupakan di antara ahli   9
kaligrafi yang masyhur di zaman pemerintahan Bani Abbasiyyah.  Ibn Muqlah dianggap
sebagai  pencipta  tulisan  khat  naskhi  yang  menggantikan  tempat  khat  kufi  dalam
keseragaman kaligrafi Islam (Kamil al-Baba, 1992). 

Beliau  telah  memperkenalkan  khat  al-Mansub  (proportional  script)  di  dalam  sejarah
kaligrafi  Islam.  Di  dalam  khat  ini,  beliau  telah menetapkan  satu  sistem  ukuran  dalam
menulis  satu-satu  huruf. Misalnya  huruf  alif  ditulis  berpandukan  titik-titik  (3,  5  atau  7
titik) (Kamil al-Baba, 1992).  

Ibn Bawwab

Ibn Bawwab  ialah Abu  al-Hassan Ali  Ibn Hilal  Ibn  al-Bawwab  dilahirkan  di Baghdad
(Seyyed Hossein Nasr, 1987). Beliau digelar Ibn Bawwab kerana ayahnya adalah seorang
jurukunci  (bawwab) Dar  al-Qada’  (bilik  pengadilan)  di Baghdad.  Semenjak  kecil  lagi
beliau  telah mempelajari  ilmu  khat  dengan Muhammad  Ibn Asad  dan Muhammad  al-
Simsimani (Kamil al-Baba, 1992).

Beliau  yang merupakan  ahli  kaligrafi  pada  zaman  Bani  Abbasiyyah  dianggap  sebagai
pencipta  kepada  khat  rayhani  dan  muhaqqaq  (dipetik  di  http://www.muslim.org).
Terdapat sebanyak 64 buah al-Qur’an ditulis oleh Ibn Bawwab yang mana salah satunya
ditulis dengan khat rayhani (Kamil al-Baba, 1992).

Yaqut al-Musta’simi

Nama  sebenar  beliau  ialah  Syekh  Jamaluddin  Yaqut  al-Musta’simi  al-Thawusyi  al-
Baghdadi  (Kamil  al-Baba,  1992).  Selain  daripada  menjadi  ketua  di  Perpustakaan  al-
Mustansyiriyyah, beliau  juga dikenali sebagai budayawan dan ahli pujangga. Tulisannya
dikatakan lebih cantik daripada Ibn Muqlah dan Ibn Bawwab.
   10
Beliau pernah digelar sebagai Qiblat al-Kuttab yang bermaksud kiblat para penulis khat
Kamil al-Baba, 1992). Beliau juga dikatakan pengasas kepada ”Sittah”enam jenis tulisan
yang terkenal ketika itu (Ghazali, 2001).

(d)  SENI SASTERA

Kesusasteraan  Islam bermula  sejak dari  turunnya wahyu dari Allah Subahanahu
Wataala  (SWT)  yang  terakhir  iaitu  kitab  al-Qur’an  al-Karim.  Al-Qur’an  merupakan
sebesar-besar mukjizat bagi umat  Islam. Menurut Mustafa Haji Daud  (1991), al-Qur’an
itu  ialah  sumber  kesusasteraan  Islam  yang  dapat  dilihat  dari  dua  aspek  iaitu  keindahan
bahasa dan dari segi isi. Maka tiada sesiapapun yang dapat menandingi keindahan bahasa
yang terkandung dalam al-Qur’an.

Terdapat  ramai  tokoh-tokoh  ilmuwan  Islam  yang  memberi  sumbangan  yang  besar  di
dalam  seni  sastera  Islam. Karya-karya  seperti The Arabian Night, Ali Baba and  the 40
Thieves,  Sinbad  the  Sailor,  dan Aladin  and  the Magic  Lamp  begitu  popular  hingga  ke
negara-negara Barat. Di antara intelektual Islam yang terkenal dalam seni sastera ialah:

Firdawsi

Firdawsi  amat  terkenal  melalui  hasil  karyanya  yang  berjudul  Hikayat  1001  Malam
(dipetik  di  http://www.muslimphilosophy.com). Ceritanya  telah  banyak memberi  kesan
kepada masyarakat  Islam  dan  tidak  ketinggalan  juga  orang-orang Barat  sehinggakan  ia
telah  diterjemahkan  ke  dalam  beratus-ratus  bahasa.  Beliau  juga  menghasilkan  karya
bertajuk Shah Nameh  yang  turut diterjemahkan ke dalam bahasa  Inggeris dengan  judul
Epic Kings (Ghazali, 2001). 

Ibn Tufayl

Nama sebenar beliau ialah Abu Bakr Muhammad Ibn Abd al-Malik Ibn Muhammad Ibn
Muhammad  Ibn Tufayl  al-Qaysi  (dipetik di http://www.muslimheritage.com). Di dalam   11
karyanya,  beliau  menceritakan  tentang  bagaimana  seseorang  mencapai  fasa
perkembangan  yang  tinggi  sekali  tanpa  bantuan  apa-apa  daripada  orang  lain  atau  dari
alam  sekitarnya  (Hasan,  1971).  Ibn  Tufayl  dengan  karyanya  Hayy  Ibn  Yaqzan  yang
mengungkapkan  bahawa manusia  boleh mengenal  Tuhan  tanpa  wahyu  dan  guru  telah
mempengaruhi pemikiran orang Eropah. Karya  ini  telah diterjemahkan ke bahasa Latin
oleh Roger Bacon dan diterbitkan bersama-sama  teks Arab di Oxford pada  tahun 1671
(Dipetik di http://www.members.tripod.com/man 999/  sumbangan_Islam_2.htm). Orang
Eropah  bukan  setakat  menterjemah  malahan  mereka  juga  menghayatinya  melalui
penciptaan kisah-kisah berdasarkan idea yang dikemukakan dalam buku tersebut. Antara
kisah tersebut ialah Crusoe yang dihasilkan pada abad ke 18 (Hasan, 1971).

Omar Khayyam

Omar Khayyam  juga  terkenal sebagai seorang penyair yang hebat di zamannya. Malah,
beliau pernah menjadi terkenal di kalangan dunia Barat sejak tahun 1839 apabila Edward
Fitzgerald menerbitkan  terjemahan Bahasa  Inggeris bagi bukunya, Rubayyat  (Dipetik di
http://www.tutor.com.my/tutor) . Buku ini menggambarkan kehebatan dan kekayaan ilmu
yang dimilikinya. Sumbangan beliau sebagai ahli falsafah banyak meletakkan asas dalam
tamadun keilmuan manusia sejagat.

Abu al-Sult Ibn Abdul Aziz

Antara  sarjana  Islam  yang  terkemuka  di  Andalus  pada  abad  keenam  hijriyyah
termasuklah  Abu  al-Sult  Umaiyah  Ibn  Abdul  Aziz  Ibn  Abi  al-Sulf  (Mahmood  Zuhdi,
2003). Beliau dilahirkan di Daniat, Andalus Timur pada tahun 459 H (1067 M) (Ibn Abi
Usaiba’ah,  1965). Beliau  banyak menggubah  syair-syair  puji-pujian  kepada  raja  untuk
mencari rezeki. Selain antologi-antologi syair, beliau juga menghasilkan karya berkenaan
dengan sastera iaitu al-Mulah al-Asriyah, Hadiqah al-Adab, dan al-Risalah al-Misriyyah
(Ibn Abi Usaiba’ah, 1965).

Ibn Bajjah   12

Beliau  ialah  Abu  Bakr Muhammad  Ibn Yahya  al-Sa’igh  dilahirkan  di  Saragossa  pada
tahun 457 H  (1082 M)  (Mahmood Zuhdi, 2003). Beliau merupakan seorang sasterawan
yang unggul, ahli bahasa dan seorang hafiz al-Qur’an. Beliau menghasilkan karya seperti
Risalah al-Wida’, al-Risalah al-Ittisal dan al-Madinah al-Fadilah (Umar Furrukh, 1983).

KESIMPULAN

  Berdasarkan  fakta  yang dinyatakan di atas,  sememangnya  telah  terbukti bahawa
tamadun  Islam  telah memberikan sumbangan yang amat besar melalui  intelektual  Islam
di  dalam  perkembangan  sebahagian  besar  cabang  seni  yang wujud  pada  hari  ini.  Pada
hakikatnya Islam tidak pernah menolak kesenian malahan menerapkan unsur-unsur murni
yang menjadi teras kepada setiap cabang seni iaitu Tauhid bersesuaian dengan peredaran
zaman.  Jelas menunjukkan  bahawa  perkembangan  seni  sama  ada  seni  khat,  seni  bina,
seni  sastera mahupun  seni muzik  telah  pun  dibangunkan  awal-awal  lagi  oleh  ilmuwan
Islam.  Buktinya  ramai  pencinta  seni  dari  barat  mempelajari  dan  mengkaji  hasil  seni
ilmuwan  Islam  dan  seterusnya  menggunakan  pengetahuan  itu  untuk  menjadi  teras
kebangkitan ketamadunan mereka.  Malahan pembangunan ilmu dalam dunia Islam telah
diakui  sebagai  pemangkin  kepada  Zaman  Renaissance  atau  Pembaharuan  di  Eropah
(Azhar et.al, 2002)  yang akhirnya melahirkan satu tamadun yang gemilang di sana.

Generasi pada hari ini sepatutnya merasa bangga dengan sumbangan ilmuwan Islam yang
begitu besar terhadap peradaban dan tamadun manusia malahan mereka perlu mempunyai
semangat dan  iltizam untuk mengulangi keagungan  tahap pencapaian  ilmu pengetahuan
intelektual  Islam  satu masa  dahulu.  Apa  yang  membantu  kejayaan  umat  Islam  dalam
bidang-bidang  ilmu  seperti  ini  ialah  Islam  itu  sendiri  yang bersikap  terbuka dan positif
terhadap  ilmu  pengetahuan.  Malahan  al-Qur’an  juga  sentiasa  menggesa  umat  Islam
supaya  berfikir  dan  meneliti  tentang  manusia  dan  alam  Adalah  menjadi  aspirasi  dan
impian  kita  untuk menyaksikan  suatu  hari  nanti  sejarah  keagungan  umat  Islam  seperti
dahulu akan kembali berulang.   13
RUJUKAN

Buku

Azhar, M.A., Azharudin, M.D., Suffian, M. & Zulkanain, A.R. (2002). Tamadun
Islam dan tamadun Asia. (2nd
 ed.). Kuala Lumpur: Penerbit Fajar Bakti Sdn. Bhd.
 Ab. Alim, A. R. & Syed Idrus, S. M. (1995). Tamadun Islam. Kuala Lumpur:
Penerbit Fajar Bakti Sdn. Bhd.
Ghazali, D. (2001). Sumbangan sarjana dalam tamadun Islam. Kuala Lumpur:
Utusan Publications and Distributors Sdn. Bhd.
  Hasan, L. (1987). Pendidikan Islam: satu analisa sosio psikologikal. (t.t.):
Pustaka Antara.
Kamil, B. (1983). Dinamika kaligrafi Islam. (Terjemahan: Sirojuddin, A. R.
(1992)). Jakarta: Dar al-‘Ulum Press.
Mahayudin, Y. (2004). Tamadun Islam. Shah Alam: Penerbit Fajar Bakti Sdn.
Bhd. 
Mohd Mokhtar, S. (1993). Sejarah keagungan kerajaan Islam. Kuala Lumpur:
Nurin Enterprise. 
 Seyyed Hossein Nasr. (1987). Spiritualitas dan seni Islam. (Terjemahan: Sutejo.
(1992)) Bandung: Penerbit Mizan.

Suratkhabar
Haliza, H. Al-Farabi. Berita Harian. Februari 27, 2006.

Internet

http://www.muslimheritage.com
http://www.muslimphilosophy.com
http://www.tutor.com.my/tutor
http://www.members.tripod.com/man999/sumbangan_Islam_2.htm

biografi Ibnu Sina

Syeikhur Rais, Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina, yang dikenal dengan sebutan Ibnu Sina atau Aviciena lahir pada tahun 370 hijriyah di sebuah desa bernama Khormeisan dekat Bukhara. Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol sehingga salah seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apapun selain belajar dan menimba ilmu.

Dengan demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas keilmuan. Kejeniusannya membuat ia cepat menguasai banyak ilmu, dan meski masih berusia muda, beliau sudah mahir dalam bidang kedokteran. Beliau pun menjadi terkenal, sehingga Raja Bukhara Nuh bin Mansur yang memerintah antara tahun 366 hingga 387 hijriyah saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya.


Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar. Ibnu Sina mengenai perpustakan itu mengatakan demikian;

“Semua buku yang aku inginkan ada di situ. Bahkan aku menemukan banyak buku yang kebanyakan orang bahkan tak pernah mengetahui namanya. Aku sendiri pun belum pernah melihatnya dan tidak akan pernah melihatnya lagi. Karena itu aku dengan giat membaca kitab-kitab itu dan semaksimal mungkin memanfaatkannya... Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu.” Ibnu Sina menguasai berbagai ilmu seperti hikmah, mantiq, dan matematika dengan berbagai cabangnya.



Kesibukannya di pentas politik di istana Mansur, raja dinasti Samani, juga kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir Syamsud Daulah Deilami dan konflik politik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan antara kelompok bangsawan, tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan penahanannya selama beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa Hamedan, tak menghalangi beliau untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan risalah.



Ketika berada di istana dan hidup tenang serta dapat dengan mudah memperoleh buku yang diinginkan, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menulis kitab Qanun dalam ilmu kedokteran atau menulis ensiklopedia filsafatnya yang dibeni nama kitab Al-Syifa’. Namun ketika harus bepergian beliau menulis buku-buku kecil yang disebut dengan risalah. Saat berada di dalam penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menggubah bait-bait syair, atau menulis perenungan agamanya dengan metode yang indah.



Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.



Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.



Ibnu juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.



Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.”



Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.



Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.



Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya.



Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.



Ibnu Sina wafat pada tahun 428 hijriyah pada usia 58 tahun. Beliau pergi setelah menyumbangkan banyak hal kepada khazanah keilmuan umat manusia dan namanya akan selalu dikenang sepanjang sejarah. Ibnu Sina adalah contoh dari peradaban besar Iran di zamannya.

Tembang Gambuh

Tembang Gambuh

Samengko ingsun tutur
Sembeh catur supaya lumuntur
Dhihin: raga, cipta, jiwa, rasa, kaki
Ing kono lamun tinemu
Tandha nugrahaning manon



Sembah raga puniku
Pakartine wong amagang laku
Susucine asarana saking warih
Kang wus lumrah limang wektu
Waktu wataking wawaton



Ing uni-uni durung
Sinarawung wulang kang sinerung
Lagi iki bangsa kas ngetokken anggit
Mintokken kawignyanipun
Sarengate elok-elok



Thithik kaya santri Dul
Gajeg kaya santri brai kidul
Saurute Pacitan pinggir pasisir
Ewon wong kang padha nggugu
Anggere guru nyalemong



Kasusu arsa weruh
Cahyaning Hyang kinira yen karuh
Ngarep-arep kurub arsa den kurebi
Tan wruh kang mangkono iku
Akale kaliru enggon



Yen ta jaman rumuhun
Tata, titi tumrah-tumaruntun
Bangsa srengat tan winor lan laku batin
Dadi ora gawe bingung
Kang padha nembah Hyang Manon



Lire sarengat iku
Kena uga ingaran laku
Dhihin ajeg, kapindhone ataberi
Pakolehe putraningsun
Nyenyeger badan mrih kaot



Wong seger badanipun
Otot daging kulit balung sungsum
Trumah ing rah mamarah antenging ati
Antenging ati nunungku
Agruwat ruweting batos



Mangkono mungguh ingsun
Ananging ta sarehne asnapun
Beda-beda panduk panduning dumadi
Sayektine nora jumbuh
Tekad kang padha linakon



Nanging ta paksa tutur
Rehning tuwa tuwase mung catur
Mbok lumuntur lantaraning reh utami
Sing sapa temen tinemu
Nugraha geming kaprabon



Samengko sembah kalbu
Yen lumintu uga dadi laku
Laku agung kang kagungan Narapati
Patitis tetesing kawruh
Meruhi marang kang momong



Sucine tanpa banyu
Mung nyunyuda mring hardaning kalbu
Pambukane: tata, titi, ngati-ati
Atetep, taleten, atul
Tuladhan marang waspaos



Mring jatining pandulu
Panduk ing ndon dadalan satuhu
Lamun lugu legutaning reh maligi
Lagehane tumalawung
Wenganing alam kinaot



Yen wis kambah kadyeku
Sarat sareh saniskareng laku
Kalakone saka eneng, ening, eling
Ilanging rasa tumlawung
Kono adile Hyang Manon



Gagare ngunggar kayun
Tan kayungyun mring ayuning kayun
Bangsa anggit yen ginigit nora dadi
Marma den awas, den emut
Mring pamuringing lelakon



Samengko kang tinutur
Sembah katri kang sayekti katur
Mring Hyang Sukma sukmanen sari-ari
Arahen dipun kacakup
Sembah ing jiwa sutenggong



Sayekti luwih parlu
Ingaran kang tumrap bangsaning batin
Kalakuan kang tumrap bangsaning batin
Sucine lan awas emut
Mring alame lama amot



Ruktine ngangkah ngukut
Ngiket ngruket triloka kakukut
Jagad agung ginulung lan jagad cilik
Den kandel kumandel, kulup
Mring kelaping alam kono



Keleme mawa limut
Kalamutan jroning alam kanyut
Sanyatane iku kanyatan kaki
Sajatine yen tan emut
Sayekti tan bisa awor



Pamete saka luyut
Sarwa sareh saliring panganyut
Lamun yitna kayitnan kang miyatani
Tarlen mung pribadinipun
Kang katon tinonton kono



Nging aywa salah surup
Kono ana sajatining urub
Yeku urub pangarep uriping budi
Sumirat-sirat narawung
Kadya kartika katonton



Yeku wenganing kalbu
Kabukane kang wengku-winengku
Wewangkone wis kawengku neng sireku
Nging sira uga kawengku
Mring kang pindha kartika byor



Samengko ingsun tutur
Santya sembah ingkang kaping catur
Sembah rasa karasa rosing dumadi
Dadine wis tanpa tuduh
Mung kalawan kasing batos



Kalamun durung lugu
Aja pisan wani ngaku-aku
Antuk siku kang mangkono iku kaki
Kena uga wenang muluk
Kalamun wus padha melok



Meloke ujar iku
Yen wus ilang sumelanging kalbu
Amung kandel-kumandel ngandel mring takdir
Iku den awas den emut
Den memet yen arsa momot



Pamoting ujar iku
Kudu santosa ing budi teguh
Sarta sabar tawakal legaweng ati
Trima lila ambek sadu
Weruh wekasing dumados



Sabaran tindak-tanduk
Timindake lan sakadaripun
Den ngaksama kasisipaning sasami
Sumimpanga ing laku dur
Ardaning budi kang ngrodon



Dadya wruh: iya dudu
Yeku minongka pandaming kalbu
Ingkang mbuka ing kijabullah agaib
Sesengkeren kang sinerung
Dumunung telenging batos



Rasaning urip iku
Krana momor pamoring sawujud
Wujudullah sumrambah ngalam sakalir
Lir manis kalawan madu
Endi arane ing kono



Endi manis ndi madu
Yen wis bisa muksmeng pasang semu
Pasamuwaning Heb Ingkang Mahasuci
Kasikep ing tyas kacakup
Kasatmata lair batos



Ing batin tan kaliru
Kedhap kilap liniling ing kalbu
Kang minongka colok celaking Hyang Widhi
Widadaning budi sadu
Pandak-panduking liru nggon



Nggonira mamrih tulus
Kalasitaning reh kang rinuruh
Nggayanira mrih wiwah warananing gaib
Paran ta lamung tan weruh
Sasmita jatining endhog



Putih lan kuningipun
Lamun arsa titah teka mangsul
Dene nora mantra-mantra yeng ing lahir
Bisoa aliru wujud
Kadadeyane ing kono



Istingarah tan metu
Lawan istingarah tan lumebu
Dene ing njro wekasane dadi anjawi
Rasakena kang tuwayuh
Aja konsi kabesturon



Karana yen kabanjur
Kajantaka tumekeng saumur
Tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi
Dadi wong ina tan weruh
Dheweke den anggep dhayoh.


Diambil dari Serat Wedhatama

Tugas Agama SMANSID


Tokoh Ilmuan Muslim dan Peranannya Di Bidang Ilmu Pengetahuan sampai Masa Daulah Abbasiah


1.      Bidang Ilmu Pengetahuan Agama

a. Ilmu Tauhid
            Ilmu Tauhid ialah ilmu yang mempelajari tentang keimanan, keyakinan dan akidah. Tokoh yang paling terkenal di bidang ilmu tauhid adalah Abu Hasan Al Asy'ari.
  
Abu Hasan Al Asy'ari
 adalah tokoh ilmuwan muslim di bidang ilmu tauhid. Beliau lahir di Baghdad tahun 873 M. Ajaran Abu Hasan Al Asy'ari dikenal dengan paham Asy'ariah. Adapun ajaran Asy'ariah yang berkembang sampai saat ini adalah sifat wajib Allah SWT. ada 13 (wujud, qidam, baqa, mukhalafatul lilhawadis, qiyamuhu binafsihi, wahdaniyat, qudrat, iradat, ilmu, hayat, sma', bashar dan kalam) ditambah dengan 7 sifat maknawiyah (qadiran, muridan, 'aliman, hayyan, sami'an, basiran, mutakalliman), sehingga menjadi 20 sifat wajib bagi Allah SWT.


b. Ilmu Fiqih
Ilmu Fiqih adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara beribadah dan muamalah. Tokoh yang paling terkenal di bidang ilmu fiqihdiantaranya adalah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i dan Imam Hambali. Ajaran mereka dikenal dengan sebutan Mazhab Hanafi, Mahzab Maliki, Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hambali. Mereke dikenal sebagai mujtahid besar di bidang hukum Islam.

Imam Hanafi, nama lengkapnya adalah An Nukman bin Tsabit. Lahir pada tahun 700 M di Kufah, Irak. Ajarannya dalam ilmu fiqih adalah selalu berpegang pada Al Quran dan hadis. Beliau tidak menghendaki adanya taklid dan bid'ah yang tidak ada dasarnya dalam Al Quran dan hadis. Dalam menetapkan hukum fiqih beliau bersumber pada Al Quran, hadis, qiyas dan istihsan.

Imam Maliki, nama lengkapnya adalah Abu Abdillah malik bin Anas. Beliau lahir di Madinah tahun 716 M. Beliau merupakan ulama besar di kawasan Arab. Dalam menetapkan hukum fiqih, beliau berpedoman pada Al Quran, hadis, ijma sahabat, dan kemaslahatan
 urf (adat) penduduk Madinah. Buku karangannya diantaranya adalah Al Muwaththa. Imam Malik ini adalah guru Imam Syafi'i

Imam Syafi'i, nama lengkapya adalah Muhammad Ibnu Idris bin Abbas bin Usman Asy Syafi'i. Beliau dilahirkan di Palestina tahun 767 M. Menurut riwayat, beliau telah mahir membaca dan menulis Arab pada usia 5 tahun. Pada usia 9 tahun, beliau telah hafal Al Quran 30 Juz. Pada usia 10 tahun, beliau sudah menghafal hadis yang terdapat dalam kitab Al Muwathatha karya Imam Malik. Di usianya yang 15 tahun, beliau lulus dalam spesialisasi hadis dari gurunya Imam Sufyan bin Uyaina, sehingga beliau diberi kepercayaan untuk mengajar dan memberi fatwa kepada masyarakat dan menjadi guru besar di Masjidil Haram, Mekah. Dalam menetapkan hukum fiqih Imam Syafi'i berpedoman kepada Al Quran, hadis, ijma' dan qiyas.
Buku karangan Imam Syafi'i adalah
 Ar Rahman dan Al 'Um. Ajaran Imam Syafi'i terkenal dengan Mazhab Syafi'i yang banyak dianut oleh umat Islam di Indonesia, Asia Tenggara, Mesir, Baghdad dan negara lainnya.

Imam Hambali, nama lengkapnya adalah Ahmad bin Hambal Asy Syaibani. Beliau lahir di Baghdad tahun 855 M. Ajarannya terkenal dengan Mazhab Hambali. Dalam menetapkan hukum fiqih, Imam Hambali berpedoman pada Al Quran, hadis, dan fatwa para sahabat.


c. Ilmu Akhlak
            Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh ilmuwan muslim di bidang ilmu akhlak yang paling terkenal adalah Imam Ghazali.

Imam Ghazali, nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad Al Ghazali. Beliau lahir di Iran tahun 1058 M. Beliau tokoh yang terkenal dalam bidang ilmu tafsir, ilmu fiqih, ilmu filsafat, dan ilmu akhlak. Karena keluasan ilmunya, beliau mendapat gelar
 Hujjatul Islam. Karya beliau diantaranya adalah Tahafut Al Falasifah, Huluqul Muslim, dan yang terkenal adalah Ihya' Ulumuddin.


2.      Bidang Ilmu Pengetahuan Umum

    Selain bermunculan tokoh-tokoh ilmu keislaman, pada masa Dulah Abbasiah telah lahir pula tokoh-tokoh ilmu pengetahuan umum, misalnya di bidang ilmu kedokteran, matematika, fisika, kimia, astronomi, dan sebagainya. Tokoh ilmuwan muslim yang terkenal dalam bidang ilmu penegtahuan umum di antaranya sebagai berikut.

a.  Ibnu Sina, nama lengkapnya adalah Abu Ali Al Huzaini bin Abdullah Ibnu Sina. Ia adalah tokoh dalam bidang kedokteran dan filsafat. Beliau lahir di Bukhara, negara bagian Uni Soviet tahun 980 M. Pada usia 10 tahun, beliau sudah hafal Al Quran. pada usia 16 tahun, beliau sudah menguasai ilmu biologi dan ilmu kedokteran, sehingga ketika usianya 17 tahun, ia dipanggil penguasa untuk mengobatinya sampai berhasil sembuh. Karya beliau di antaranya adalah Al Qanun fi At Tibb (yang dalam bahasa Inggris disebut The Canon of Medicine), An Najad, dan Asy Syifa.

b. Al Farabi, nama lengkapanya adalah Abu Nasr ibn Muhammad ibn Turchan Uslaq Al Farabi. Ia lahir di Wasij, sebuah desa di Farab wilayah Transoxania, pada tahun 870-950 M/258-339 H. Ia adalah keturunan Turki yang sering dianggap sebagai guru kedua setelah Aristoteles. Al Farabi merupakan seorang filosof yang memiliki wawasan pengetahuan yang luas. Hal ini dapat dilihat dari karya dan pemikirannya dalam Fushus Al Hikam, Al Mufarriqah, Al Madinah, dan Al Fadilah.
c. Al Biruni, nama lengkapnya adalah Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al Biruni. Selain ahli dalam ilmu fisika, beliau juga menguasai ilmu astronomi. Diantara karryanya yang terkenal adalahKitab Al Atsar Al Bakiyyah 'an Al Qanun Al Khaliyyah, Kitab Tafkhim li Awa 'i As Sina At Tanzum,Qanun Al Mas 'udi fi Al Hayah wa An Nuzum.

d. Jabir ibn Hayyan, nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Jabir ibn Hayyan Al Kufi As Sufi. Ia lahir pada tahun 721-815 M/103-200 H. Beliau terkenal sebagai seorang ahli kimia dari kalangan kaum muslimin. Karya tulisanya tidak kurang dari seratus buku tentang ilmu kimia. Di antara karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin adalah Book of Composition of Alchemy.

e. Al Khawarizmi, nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Musa Al Khawarizmi. Ia wafat pada tahun 863 M/249 H. Di antara karya tulisanya yang terkenal adalah Al Mukhasar fi Al Hisab Al Jabr wa Al Muqabalah.

f. Al Mas'udi, nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali ibn Husain Ali Al Mas'udi. Beliau terkenal sebagai ahli geografi dan sejarah. Di anata karyanya yang terkenal adalah Zahir Al 'Ulum wa Ma Kana fi Sa'ir Ad Duhur, Al Istidzkar Lima Marra fi As Salif Al A'mar, dan Tarikh fi Akhbar Al 'Ulum Al Arab wa Al 'Azam.